A. Konsep Dasar Teori Dentuman Besar “Big Bang”
Menurut model dentuman besar, alam semesta mengembang dari keadaan awal yang sangat padat dan panas dan terus mengembang sampai sekarang. Secara umum, pengembangan ruang semesta yang mengandung galaksi-galaksi dianalogikan seperti roti kismis yang mengembang.
Ledakan Dahsyat atau Dentuman Besar (Big Bang) merupakan sebuah peristiwa yang menyebabkan pembentukan alam semesta, berdasarkan kajian kosmologi tentang bentuk awal dan perkembangan alam semesta (dikenal juga dengan Teori Dentuman Besar atau Model Dentuman Besar). Berdasarkan permodelan dentuman besar ini, alam semesta, awalnya dalam keadaan sangat panas dan padat yang mengembang pesat, secara terus menerus hingga hari ini. Berdasarkan pengukuran terbaik tahun 2009, keadaan awal alam semesta bermula sekitar 13,7 miliar tahun lalu, yang kemudian selalu menjadi rujukan sebagai waktu terjadinya Big Bang tersebut. Teori ini telah memberikan penjelasan paling komprehensif dan akurat yang didukung oleh metode ilmiah beserta pengamatan.
Di tahun 1960-an, para ilmuwan perumus teori ini menyatakan, jika alam semesta berasal dari ledakan besar, seharusnya terdapat sisa radiasi ledakan yang melingkupi seluruh alam semesta dalam bentuk panas. Tahun 1965 radiasi ini pertama kali ditemukan dan diakui sebagai bukti mutlak bagi “Big Bang” yang disertai berbagai pengkajian dan pengamatan, dan diteliti secara sangat mendalam. Data yang diperoleh dari satelit COBE (Cosmic Background Explorer) pada tahun 1992 membenarkan perkiraan yang dibuat di tahun 1960-an ini dengan hasil sangat menakjubkan. Dengan demikian telah dibuktikan secara pasti bahwa cikal bakal galaksi terbentuk di tempat-tempat di mana materi yang muncul 350.000 tahun menyusul peristiwa “Big Bang” saling berkumpul dengan kerapatan yang sedikit lebih besar.
Menurut teori “Big Bang”, segala sesuatu berawal dari ledakan satu titik berkerapatan tak terhingga dan bervolume nol. Seiring dengan berjalannya waktu, ruang angkasa mengembang dan ruang yang memisahkan antara benda-benda langit.
Dalam penelitian selama sepuluh tahun, Observatorium Anglo-Australia di negara bagian New South Wales, Australia, menentukan letak 221.000 galaksi di jagat raya dengan menggunakan teknik pemetaan tiga dimensi. Pemetaan ini, yang dilakukan dengan bantuan teleskop bergaris tengah 3,9 meter pada menara observatorium itu, hampir sepuluh kali lebih besar dari penelitian serupa sebelumnya. Di bawah pimpinan Dr. Matthew Colless, kepala observatorium tersebut, kelompok ilmuwan ini pertama-tama menentukan letak dan jarak antar galaksi. Lalu mereka membuat model penyebaran galaksi-galaksi dan mempelajari variasi-variasi teramat kecil dalam model ini secara amat rinci. Para ilmuwan tersebut mengajukan hasil penelitian mereka untuk diterbitkan dalam jurnal Monthly Notices of the Royal Astronomical Society.
Dalam pengkajian serupa yang dilakukan oleh Observatorium Apache Point di New Mexico, Amerika Serikat, letak dari sekitar 46.000 galaksi di wilayah lain dari jagat raya juga dipetakan dengan cara serupa dan penyebarannya diteliti. Penelitian ini, yang menggunakan teleskop Sloan bergaris tengah 2,5 meter, diketuai oleh Daniel Eisenstein dari Universitas Arizona, dan akan diterbitkan dalam Jurnal Astrophysical Journal.
Hasil yang dicapai oleh dua kelompok peneliti ini diumumkan dalam pertemuan musim dingin American Astronomical Society (Masyarakat Astronomi Amerika) di San Diego, California, Amerika Serikat pada tanggal 11 Januari 2005. Data yang diperoleh dari satelit COBE pada tahun 1992 mengungkap adanya fluktuasi sangat kecil pada pancaran radiasi latar alam semesta.
B. Sejarah dan Perkembangan Teori “Big Bang” terhadap Ilmu Pengetahuan
Teori dentuman besar dikembangkan berdasarkan pengamatan pada struktur alam semesta beserta pertimbangan teoritisnya. Pada tahun 1912, Vesto Slipher yang pertama mengukur Efek Doppler pada "Nebula Spiral" (nebula spiral merupakan istilah lama untuk galaksi spiral), dan kemudian diketahui bahwa hampir semua nebula-nebula itu menjauhi bumi. Ia tidak berpikir lebih jauh lagi mengenai implikasi fakta ini, dan sebenarnya pada saat itu, terdapat kontroversi apakah nebula-nebula ini adalah "Pulau Semesta" yang berada di luar galaksi Bima Sakti. Sepuluh tahun kemudian, Alexander Friedmann, seorang kosmologis dan matematikawan Rusia, menurunkan persamaan Friedmann dari persamaan relativitas umum Albert Einstein. Persamaan ini menunjukkan bahwa alam semesta mungkin mengembang dan berlawanan dengan model alam semesta yang statis seperti yang diadvokasikan oleh Einstein pada saat itu. Pada tahun 1924, pengukuran Edwin Hubble akan jarak nebula spiral terdekat menunjukkan bahwa ia sebenarnya merupakan galaksi lain.
Mulai dari tahun 1924, Hubble mengembangkan sederet indikator jarak yang merupakan cikal bakal tangga jarak kosmis menggunakan teleskop Hooker 100-inci (2.500 mm) di Observatorium Mount Wilson. Hal ini memungkinkannya memperkirakan jarak antara galaksi-galaksi yang pergeseran merahnya telah diukur, kebanyakan oleh Slipher. Pada tahun 1929, Hubble menemukan korealsi antara jarak dan kecepatan resesi, yang sekarang dikenal sebagai hukum Hubble. Lemaître telah menunjukkan bahwa ini yang diharapkan, mengingat prinsip kosmologi.
Setelah Perang Dunia II, terdapat dua model kosmologis yang memungkinkan. Satunya adalah model keadaan tetap Fred Hoyle, yang mengajukan bahwa materi-materi baru tercipta ketika alam semesta tampak mengembang. Dalam model ini, alam semesta hampir sama di titik waktu manapun. Model lainnya adalah teori dentuman besar Lemaître, yang diadvokasikan dan dikembangkan oleh George Gamow, yang kemudian memperkenalkan nukleosintesis dentuman besar (Big Bang) dan yang kaitkan oleh, Ralph Alpher dan Robert Herman, sebagai radiasi latar panjang gelombang kosmis (Cosmic Microwave Background Radiation).
Penemuan dan konfirmasi radiasi latar belakang mikrogelombang kosmis pada tahun 1964 mengukuhkan dentuman besar sebagai teori yang terbaik dalam menjelaskan asal usul dan evolusi kosmos. Kebanyakan karya kosmologi zaman sekarang berkutat pada pemahaman bagaimana galaksi terbentuk dalam konteks dentuman besar, pemahaman mengenai keadaan alam semesta pada waktu-waktu awalnya, dan merekonsiliasi pengamatan kosmis dengan teori dasar.
Berbagai kemajuan besar dalam kosmologi dentuman besar telah dibuat sejak akhir tahun 1990-an, utamanya disebabkan oleh kemajuan besar dalam teknologi teleskop dan analisa data yang berasal dari satelit-satelit seperti COBE, Teleskop luar angkasa Hubble dan WMAP.
Berkembangnya pengetahuan dari hasil teori “Big bang” ini ialah negara Rusia yang sangat gencar menyelidiki tentang teori “Big bang”. Rusia rela menyumbangkan uang milyaran dolar untuk mendanai fisikawan yang bekerja di LHC, tujuan dari penelitian ini ialah Rusia ingin menjadi negara super power energi agar mereka mempunyai cadangan energi di dunia yang sedang mengalami krisis ekonomi energi. Jadi dengan ditemukannya materi “Big Bang” maka materi itu akan mempunyai energi sangat besar sekali, dan itu akan sangat ekonomis sebagai sumber dunia menggantikan listrik yang berasal dari minyak/gas alam, atau kalau punya niat jahat bisa menjadi senjata pemusnah alam. Inilah perkembangan dari asal mula teori “Big Bang” ditemukan sampai pada pengetahuan sekarang akan materi dan dimensi waktu “Big Bang”.
1. Big Bang, Fakta Menjijikkan Bagi Kaum Materialis
Big Bang merupakan petunjuk nyata bahwa alam semesta telah ‘diciptakan dari ketiadaan’, dengan kata lain ia diciptakan oleh Allah Swt. Karena alasan ini, para astronom yang meyakini paham materialis senantiasa menolak dan mempertahankan gagasan alam semesta tak hingga. Alasan penolakan ini terungkap dalam perkataan Arthur Eddington, salah seorang fisikawan materialis terkenal yang mengatakan: “Secara filosofis, gagasan tentang permulaan tiba-tiba dari tatanan Alam yang ada saat ini sungguh menjijikkan bagi saya”.
Di pertengahan abad 20, Hoyle mengemukakan suatu teori yang disebut “Steady State” yang mirip dengan teori ‘alam semesta tetap’ di abad 19. Teori “Steady State” menyatakan bahwa alam semesta berukuran tak hingga dan kekal sepanjang masa. Dengan tujuan mempertahankan paham materialis, teori ini sama sekali berseberangan dengan teori “Big Bang”, yang mengatakan bahwa alam semesta memiliki permulaan. Mereka yang mempertahankan teori “Steady State” telah lama menentang teori “Big Bang”. Namun, ilmu pengetahuan justru meruntuhkan pandangan mereka.
Pada tahun 1948, Gerge Gamov muncul dengan gagasan lain tentang “Big Bang”. Ia mengatakan bahwa setelah pembentukan alam semesta melalui ledakan raksasa, sisa radiasi yang ditinggalkan oleh ledakan ini haruslah ada di alam. Selain itu, radiasi ini haruslah tersebar merata di segenap penjuru alam semesta. Pada tahun 1965, dua peneliti bernama Arno Penziaz dan Robert Wilson menemukan gelombang ini tanpa sengaja. Radiasi ini, yang disebut radiasi latar kosmis, tidak terlihat memancar dari satu sumber tertentu, akan tetapi meliputi keseluruhan ruang angkasa. Demikianlah, diketahui bahwa radiasi ini adalah sisa radiasi peninggalan dari tahapan awal peristiwa “Big Bang”. Penzias dan Wilson dianugerahi hadiah Nobel untuk penemuan mereka.
Segala bukti meyakinkan ini menyebabkan teori “Big Bang” diterima oleh masyarakat ilmiah. Model “Big Bang” adalah titik terakhir yang dicapai ilmu pengetahuan tentang asal mula alam semesta. Begitulah, alam semesta ini telah diciptakan oleh Allah Yang Maha Perkasa dengan sempurna tanpa cacat. Firman Allah Swt:
Ï%©!$# t,n=y{ yìö7y ;Nºuq»yJy $]%$t7ÏÛ ( $¨B 3ts? Îû È,ù=yz Ç`»uH÷q§9$# `ÏB ;Nâq»xÿs? ( ÆìÅ_ö$$sù u|Çt7ø9$# ö@yd 3ts? `ÏB 9qäÜèù ÇÌÈ
“Yang Telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka Lihatlah berulang-ulang, Adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang?
(QS. Al Mulk: 3)
C. Teori Big Bang menurut Al-Qur’an
Selain berdasarkan fakta ilmiah, sebenarnya dari sisi religi (keagamaan) pernyataan teori “Big Bang” ini termuat dalam kitab-kitab suci seperti Taurat, Injil dan Al Qur’an. Pembentukan alam semesta dari “ketiadaan” diberitakan di dalam Al Qur’an:
ßìÏt/ ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur ..( ÇÊÉÊÈ.....
“Dia Pencipta langit dan bumi..........”
(QS. Al An’am: 101)
Salah satu kebenaran lain yang terungkap dalam Al Qur’an adalah pengembangan jagat raya yang ditemukan pada akhir tahun 1920-an. Penemuan Hubble tentang pergeseran merah dalam spektrum cahaya bintang diungkapkan dalam Al Qur’an.
Singkatnya, temuan-temuan ilmu alam modern mendukung kebenaran yang dinyatakan dalam Al Qur’an dan bukan dogma materialis. Materialis boleh saja menyatakan bahwa semua itu “Kebetulan”, namun fakta yang jelas adalah bahwa alam semesta terjadi sebagai hasil penciptaan dari pihak Allah dan satu-satunya pengetahuan yang benar tentang asal mula alam semesta ditemukan dalam firman Allah yang diturunkan kepada kita.
uä!$uK¡¡9$#ur $yg»oYøt^t/ 7&÷r'Î/ $¯RÎ)ur tbqãèÅqßJs9 ÇÍÐÈ uÚöF{$#ur $yg»uZô©tsù zN÷èÏYsù tbrßÎg»yJø9$# ÇÍÑÈ
“Dan langit itu kami bangun dengan kekuasaan (kami) dan Sesungguhnya kami benar-benar berkuasa
“Dan bumi itu kami hamparkan, Maka sebaik-baik yang menghamparkan (adalah Kami).”
(QS. Adz Dzariyaat: 47)
Teori mengenai terciptanya alam semesta (Big Bang), disebutkan bahwa alam semesta tercipta dari sebuah ledakan kosmis 10-20 milyar tahun yang lalu mengakibatkan adanya ekspansi (pengembangan) alam semesta. Sebelum terjadinya ledakan kosmis tersebut, seluruh ruang materi dan energi terkumpul dalam sebuah titik. Sekarang, mungkin ada di antara kita ingin tahu bagaimana Al Qur’an menjelaskan tentang terbentuknya alam semesta ini. Firman Allah Swt:
óOs9urr& tt tûïÏ%©!$# (#ÿrãxÿx. ¨br& ÏNºuq»yJ¡¡9$# uÚöF{$#ur $tFtR%2 $Z)ø?u $yJßg»oYø)tFxÿsù ( $oYù=yèy_ur z`ÏB Ïä!$yJø9$# ¨@ä. >äóÓx« @cÓyr ( xsùr& tbqãZÏB÷sã ÇÌÉÈ
“Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, Kemudian kami pisahkan antara keduanya. dan dari air kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?
(QS. Al Anbiyaa’: 30)
Berdasarkan terjemahan dan tafsir Bachtiar Surin (1978: 692) ditafsirkannya bahwa matahari adalah benda angkasa yang menyala-nyala yang telah berputar berkeliling sumbunya sejak berjuta-juta tahun. Dalam proses perputarannya dengan kecepatan tinggi itu, maka terpelantinglah bongkahan-bongkahan yang akhirnya menjadi bumi dan beberapa benda angkasa lainnya dari bongkahan matahari itu. Masing-masing beredar menurut garis tengah lingkaran matahari, semakin lama semakin bertambah jauh juga, hingga masing-masing menempati garis edarnya yang sekarang. Dan seterusnya akan tetap beredar dengan teratur sampai batas waktu yang hanya diketahui Allah Swt.
Teori ledakan dahsyat (Big Bang) juga mengatakan adanya pemuaian alam semesta secara terus menerus dengan kecepatan dahsyat yang diumpamakan mengembangnya permukaan balon yang sedang ditiup, yang mengisyaratkan bahwa galaksi akan hancur kembali. Isyarat ini sudah dijelaskan dalam Al Qur’an:
tPöqt ÈqôÜtR uä!$yJ¡¡9$# ÇcsÜ2 Èe@ÉfÅb¡9$# É=çGà6ù=Ï9 4 $yJx. !$tRù&yt/ tA¨rr& 9,ù=yz ¼çnßÏèR 4 #´ôãur !$oYøn=tã 4 $¯RÎ) $¨Zä. úüÎ=Ïè»sù ÇÊÉÍÈ
“Pada hari kami gulung langit sebagai menggulung lembaran - lembaran kertas. sebagaimana kami Telah memulai penciptaan pertama begitulah kami akan mengulanginya. Itulah suatu janji yang pasti kami tepati; Sesungguhnya kamilah yang akan melaksanakannya.”
(QS. Al Anbiyaa’: 104)
Kesimpulan
Asal mula alam semesta digambarkan dalam Al Qur’an, keterangan yang diberikan Al Qur’an bersesuaian penuh dengan penemuan ilmu pengetahuan masa kini. Kesimpulan yang didapat astrofisika saat ini adalah bahwa keseluruhan alam semesta, beserta dimensi materi dan waktu, muncul menjadi ada sebagai hasil dari suatu ledakan raksasa yang terjadi dalam sekejap. Peristiwa ini dikenal dengan “Big Bang”.
Berbagai kemajuan besar dalam kosmologi dentuman besar telah dibuat sejak akhir tahun 1990-an, utamanya disebabkan oleh kemajuan besar dalam teknologi teleskop dan analisa data yang berasal dari satelit-satelit seperti COBE, Teleskop luar angkasa Hubble dan WMAP. Selain itu masih banyak penemuan-penemuan dari hasil teori “Bing Bang” ini.
Selain berimbas bagi pengetahuan teori ini juga sebagai pukulan keras bagi kaum atheis yang tidak mempercayai adanya sang pencipta alam semesta seperti gagasan ‘Keberadaan Abadi” kaum materialisme.
Pemikiran materialisme sempat mati sekian lama setelah pola pikir warga dunia didominasi oleh pola pikir supernatural (kekuatan gaib yang mengendalikan alam). Pemikiran ini terutama diakibatkan ditemukannya teori “Big Bang”.
Gagasan “Keberadaan Abadi” ini sesuai dengan pandangan orang Eropa yang berasal dari filsafat materialisme. Filsafat ini, yang awalnya dikembangkan di dunia Yunani kuno, menyatakan bahwa materi adalah satu-satunya yang ada di jagat raya dan jagat raya ada sejak waktu tak terbatas dan akan ada selamanya.
Dalam satu-satunya kitab yang diturunkan Allah yang telah bertahan sepenuhnya utuh, Al Qur’an, ada pernyataan tentang penciptaan alam semesta dari ketiadaan, di samping bagaimana kemunculannya sesuai dengan ilmu pengetahuan abad ke-20, meskipun diungkapkan 14 abad yang lalu. Singkatnya, temuan-temuan ilmu alam modern mendukung kebenaran yang dinyatakan dalam Al Qur’an dan bukan dogma materialis.
Referensi
Harun Yahya International 2004, info@harunyahya.com
Surin, Bachtiar. 1978. Terjemah dan Tafsir Al Qur’an. Bandung: Sumatra.
http://fauzi.web.id/ /2010/10/Big-Bang-Theory.html
0 komentar:
Posting Komentar